Friday 12 November 2010

Candi Cetho

Candi Cetho merupakan candi peninggalan agama Hindu, pada abad ke 14 M, pada masa akhir kekuasaan kerajaan Majapahit. Candi ini terletak di kabupaten Karang anyar, Jawa Tengah, tepatnya di lereng gunung Lawu, Fungsi candi ini sama dengan candi-candi lain yaitu sebagai tempat pemujaan para Dewa oleh pengikut aliran agama Hindu. Sampai sekarang candi ini masih digunakan warga sekitar dan pengikut agama Hindu dari berbagai daerah untuk beribadah.

Secara keseluruhan, candi ini terbuat dari batu-batu yang dipahat berbentuk persegi empat yang tertata rapi baik untuk lantai, dinding, maupun relief candi. Berbeda dengan candi-candi pada umumnya di Jawa Tengah yang menghadap ke arah Barat, candi Cetho justru menghadap ke arah Timur. Hal ini karena candi Cetho dibangun pada masa kerajaan Majapahit, sehingga pembangunnannya juga terpengaruh oleh kebiasaan pembangunan candi-dandi di Jawa Timur.

Di bagian atas candi Cetho terdapat sebuah bangunan yang pada masa itu digunakan sebagai tempat membersihkan diri sebelum upacara ritual patirtan. Tidak jauh dari candi Cetho terdapat candi Kethek. Untuk mencapai candi Kethek ini, harus menuruni lereng yang cukup terjal. Sayangnya penggalian candi ini masih belum dilakukan sepenuhnya. 

Struktur Bangunan 

Candi Cetho berbentuk punden berundak dengan sembilan lantai dan memanjang ke belakang, mirip tempat pemujaan pada jaman purba. Pada tiap lantai terdapat gapura yang semuanya memiliki bentuk yang mirip.

Pada lantai kedua terdapat petilasan Ki Ageng Krincing Wesi, leluhur masyarakat Cetho. Pada lantai ketiga terdapat relief di atas tanah yang memanjang, menggambarkan nafsu jasmaniah berbentuk pallus (alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter, diapit sepasang lambang Kerajaan Majapahit, yang menunjukkan masa pembangunan candi tersebut.

Pada lantai keempat relief pendek yang merupakan cuplikan dari kisah Sudhamala (juga terdapat di candi SUkuh), yaitu kisah manusia untuk melepaskan diri dari malapetaka. Pada lantai kelima dan keenam terdapat pendapa-pendapa yang mengapit jalan masuk ke candi. Sampai saat ini pendapa tersebut masih dipakai sebagai tempat upacara keagamaan.

Pada lantai ketujuh dapat dijumpai arca Sabdopalon dan arca Nayagenggong, yang merupakan dua orang abdi kinasih dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya, dari Kerajaan Majapahit.
Pada lantai kedelapan juga didapatkan arca pallus Kuntobimo dan arca Prabu Brawijaya, yang digambarkan sebagai “mahadewa”. Arca pallus melambangkan ucapan syukur atas kesuburan yang melimpah. Arca Prabu Brawijaya melambangkan keteladan sang prabu sebagai raja yang berbudi luhur dan diyakini sebagai utusan dewa di muka bumi.

Lantai terakhir (kesembilan) berbentuk kubus dengan panajng sisi-sisnya 150 cm, dan merupakan lantai utama untuk memanjatkan doa kepada penguasa alam semesta.

Lokasi

Candi Cetho terletak di lereng gunung Lawu, tepatnya di desa Kemuning, Ngargoyoso, yosoa Kemuningtak di lereng gunungtkan doadapat Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, kurang lebih 45 km dari Solo. Sepanjang perjalanan menuju candi, khususnya di daerah Kemuning dapat disaksikan hamparan kebun teh yang sejuk dan menghijau.

Untuk menjaga keutuhan kompleks candi dan menghormati warga sekitar yang beragama Hindu, yang masih sering menggunakan candi ini untuk beribadah, maka di sekitar lokasi tidak diperkenankan adanya hotel atau penginapan.

No comments:

Post a Comment