Sunday 14 November 2010

Plato


Plato adalah seorang ahli fisuf yang dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal di sana pada tahun 347 S.M. dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun-temurun memegang peranan penting dalam politik Atena. 

Semenjak muda, ia telah bercita-cita untuk menjadi negarawan. Tetapi perkembangan politik di masanya, tidak memberi kesempatan padanya untuk menjalani hidup seperti yang diingininya itu. Sebenarnya ia memiliki nama asli Aristoteles, tetapi gurunya lebih suka memanggilnya dengan nama Plato, karena ia memiliki bahu yang lebar. Sebutan ini sepadan dengan potongan badannya yang tegap, tinggi-besar dan raut mukanya yang elok.

Dalam tubuh yang besar dan sehat itu, bersarang pula pikiran yang cemerlang. Pandangan matanya menunjukkan seolah-olah ia mau mengisi dunia ini dengan cita-citanya. Pelajaran yang diperolehnya semasa kecil, selain pelajaran umum seperti menggambar dan melukis, ia juga belajar musik dan puisi. Sebelum mencapai usia dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersanjak. 

Sebagaimana biasanya dengan anak orang-orang terpandangdi masa itu, Plato juga mendapat pendidikan dari guru-guru filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperoleh dari Kratylos. Kratylos dahulunya adalah murid Herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air.

Rupanya ajaran yang diterimanya waktu itu tidak tertanam di dalam benaknya, karena masih kuatnya pengaruh tradisi di dalam keluarganya. Sejak berumur 20 tahun, Plato mengikuti pelajaran Sokrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh Sokrates, makin hari makin mendalam pada dirinya. Ia menjadi murid Sokrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya, Sokrates tetap menjadi pujaannya. Dalam segala karangannya yang berbentuk dialog, bersoal jawab, Sokrates telah menjadi pujangga penuntun baginya. 

Ketika pandangan filosofinya sudah jauh lebih luas dan lebih maju dari pandangan gurunya, ia pun membiarkan hal itu terus berjalan. Sokrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Atena, yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti. Kekuasaan demokrasi yang berlebihan telah berubah menjadi anarki dan kesewenang-wenangan dan kemudian berganti lagi dengan kekuasaan yang bersifat tirani dan oligarki. Perubahan kekuasaan yang terus berganti ini papa akhirnya telah membawa Atena lenyap di bawah kekuasaan asing.

Sebagai seorang filsuf, Plato mempunyai kedudukan yang istimewa. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu., seni dan filosofi. Pandangannya yang dalam dan abstrak sekalipun, dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof pun baik sebelum dan sesudahnya, yang dapat menandinginya dalam hal ini. 

Sokrates, dimatanya adalah seorang yang sangat jujur dan adil, seorang yang tak pernah berbuat salah, yang memberikan pengaruh besar sekali pada pandangan hidup Plato. Pada saat Sokrates dijatuhi hukuman untuk meminum racun, ia memandangnya sebagai suatu perbuatan zalim, yang dilakukan oleh orang yang tidak bermoral dan tidak bertanggung-jawab. Ia sangat sedih dan menyebut dirinya bagaikan seorang anak yang kehilangan bapak. Ia sedih tetapi tidak dapat berbuat apa-apa, karena pendirian Sokrates yang tetap menolak kesempatan yang diberikan kepadanya untuk melarikan diri dari penjara. Ia bahkan mengingatkan ajarannya yang menyatakan bahwa “lebih baik menderita kezaliman dari berbuat zalim”

Tak lama sesudah Sokrates meninggal, Plato pergi dari Atena. Itulah awal pengembaraannya selama 12 tahun, dari tahun 399 S.M. Mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Beberapa lama ia disana, tidaklah diketahui dengan pasti. Ada cerita yang mengatakan, bahwa ia disana mengarang beberapa dialog, mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup, yang didasarkan pada ajaran Sokrates. 

Dari Megara, ia pergi ke Kyrena, dimana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika, pada seorang guru yang bernama Theodoros. Disana, ia juga mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku. Kemudian ia pergi ke Italia selatan dan terus ke Sirakusa, di pulau Sisilia, yang pada waktu itu diperintah oleh seorang tiran, bernama Dionysios. Dionysios mengajak Plato tinggal di istananya.

Ia merasa bangga karena diantara orang-orang yang mengelilinginya terdapat pujangga dari dunia Grik yang kesohor namanya. Di situ Plato belajar kenal dengan ipar radja Dionysios yang masih muda, bernama Dion, yang akhirnya menjadi sahabat karibnya. Mereka bersepakat, supaya Plato mempengaruhi Dionysios dengan ajaran filosofinya., agar supaya tercapai suatu perbaikan sosial. Seolah-olah ia datang untuk mempraktekkan teorinya tentang pemerintah yang baik. Sudah lama tertanam di dalam benaknya, bahwa kesengsaraan di dunia tidak akan berakhir sebelum filosof menjadi raja atau raja-raja menjadi filosof. 

Tetapi ajaran plato yang dititik-beratkan kepada pengertian moral dalam segala perbuatan, lambat-laun menjemukan Dianysios. Pada tahun 367 S.M, setelah 20 tahun Plato menetap dalam akademia, diterimanya undangan dan desakan dari Dion, untuk datang ke Sirakusa, karena Dionysios, yang jahat, sudah meninggal. Ia digantikan oleh anaknya sebagai raja dengan nama Dionysios II. Dion berharap supaya Plato dapat mendidik dan mengajarkan kepada raja yang masih muda itu “pandangan filosofi tentang kewajiban pemerintah menurut pendapat plato. 

Tertarik oleh cita-citanya untuk melaksanakan teori pemerintahannya di dalam praktik, Plato berangkat ke Sirakusa. Ia disambut oleh raja dengan gembira. Tetapi bagi raja, filosofi itu tidak begitu menarik. Akhirnya intrik, fitnah, dan hasutan merajalela dalam istana itu. Akhirnya Dion dibenci oleh raja dan dibuang keluar Sisilia. Segala ikhtiar Plato untuk membelanya, tidak berhasil. Dia sendiri, dengan bersusah payah baru dapat kembali ke Atena. Tetapi, 6 tahun kemudian pada tahun 361 S.M., hati Plato terpikat lagi untuk datang ketiga kalinya ke Sirakusa. Ia berusaha mohon kepada Raja Dionysios II, agar sahabatnya, Dion, boleh pulang kembali ke Sirakusa. Tetapi usaha ini pun tidak berhasil. Dan harapannya untuk mencoba sekali lagi melaksanakan cita-citanya tentang pemerintahan yang baik, dalam praktik, gagal sama sekali. Dengan kesabaran hati seorang filosof, ia kembali ke Atena. Sejak itu, ia memusatkan perhatiannya pada akademia sebagai guru dan pengarang.

Seorang filosof menulis tentang dia sebagai berikut : “Plato pandai berbuat. Ia dapat belajar seperti Solon dan mengajar seperti Sokrates. Ia pandai mendidik pemuda yang ingin belajar dan dapat memikat hati dan perhatian sahabat-sahabat pada dirinya. Murid-muridnya begitu sayang padanya, seperti ia sayang kepada mereka. Dia itu bagi mereka adalah sahabat, guru dan penuntun”.

Tatkala seorang muridnya merayakan pernikahannya, Plato yang saat itu sudah berumur 80 tahun, menyempatkan diri untuk datang pada malam perjamuan itu. Ia turut bergembira. Sampai agak larut malam, ia mengundurkan diri, menuju suatu sudut yang sepi dalam rumah itu, disana ia tertidur dan tidur untuk selama-lamanya dengan tiada bangkit lagi. 

Esok harinya seluruh warga Atena mengantarkannya ke kubur. Plato tidak pernah menikah dan tidak punya anak. Kemenakannya, Speusippos, menggantikannya mengurus Akademia.

Pemikiran-Pemikiran Plato

Pemikiran yang dicetuskan Plato, yang merupakan intisari dari filosofi plato adalah pendapatnya tentang idea. Itu adalah suatu ajaran yang sangat sulit untuk memahaminya. Salah satu sebabnya adalah bahwa pemahamnya tentang idea selalu berkembang. Bermula dari idea itu, dikemukakanlah teori tentang logika. Kemudian, meluas menjadi pandangan hidup, menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik, sosial dan mencakup pandangan agama. Plato juga memisahkan kenyataan yang kelihatan dalam alam lahir, dimana berlaku pandangan Herakleitos, dan alam pengertian yang abstrak, dimana berlaku pandangan Parmenides.

Dalam bidang yang pertama, yang ada hanya prakiraan. Sebab kalau semuanya mengalir dengan tidak berhenti-hentinya, tiap barang, bagi tiap orang, pada setiap waktu hanya berupa sesuatu, seperti yang terbayang dihadapannya. Maka manusia menjadi ukuran dari segalanya, seperti dikatakan oleh Protagoras. Tetapi pengetahuan dapat memberikan apa yang tetap ada, yaitu idea. Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Ia timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir.
Pengertian yang dicari dengan pikiran ialah idea. Idea pada hakikatnya sudah ada, tinggal mencarinya saja. 

Pokok tinjauan filosofi Plato ialah mencari pengetahuan tentang pengetahuan. Ia bertolak dari ajaran gurunya, Sokrates, yang mengatakan “budi ialah tahu”. Budi yang berdasarkan pengetahuan menghendaki suatu ajaran tentang pengetahuan sebagai dasar filosofi.

Pertentangan antara pikiran dan pandangan menjadi ukuran bagi Plato. Pengertian yang didalamnya mengandung pengetahuan dan budi, yang dicarinya bersama-sama dengan Sokrates, pada hakekat dan asalnya, berlainan sama sekali dari pemandangan. Sifatnya tidak diperoleh dari pengalaman. Pemandangan hanya alasan untuk menuju pengertian. Ia diperoleh atas usaha akal sendiri. Idea, menurut paham Plato, tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari pada keadaan yang sebenarnya. Idea, bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita.

Parmenides berpendapat tentang adanya sesuatu yang kekal, dan tidak berubah-ubah. Tetapi, yang baru dalam ajaran plato adalah bahwa ada suatu dunia yang tidak bertubuh. Filosof-filosof sebelum Plato, tidak mengenal gambaran tentang dunia semacam itu. Tetapi dalam pemikiran Parmenides, dunia terisi sepenuh-penuhnya oleh sesuatu yang bertubuh, sehingga tidak ada lagi tempat yang kosong di sebelahnya.

Dunia yang bertubuh adalah dunia yang dapat diketahui dengan pandangan dan pengalaman. Dan semua itu senantiasa bergerak dan berubah, tidak ada yang tetap dan kekal. Dari pandangan dan pengalaman saja tidak akan pernah tercapai pengetahuan pengertian. Idea itulah yang melahirkan pengetahuan yang sebenarnya.
Pada gambaran Plato tentang dunia yang dua itu, terdapat tingkat yang mempertalikan buah pikiran filosofi yang lama. Ajaran Herakleitos yang menyatakan bahwa, semuanya mengalir dan tidak ada yang tak tetap, dapat ditampung dalam dunia Plato yang bertubuh. Dunia yang kelihatan berisikan badan-badan yang bertubuh, yang menjadi obyek pemandangan dan pengalaman yang berjenis rupa dan berubah senantiasa disebutnya sebagai dunia Herakleitos yang selalu dalam kejadian. Di situ secara terus menerus, timbul - hilang dan tidak ada yang tetap.

Pikiran Parmeides yang bersendi pada adanya sesuatu dan tetap, yang meniadakan yang kelihatan banyak dan berubah-ubah, dapat ditempatkan dalam dunia Plato yang tidak bertubuh, dunia idea. Dalam konsepsi Plato, dunia yang bertubuh dan dunia yang tidak bertubuh terpisah sama sekali. Ini kelanjutan dari pendapatnya tentang perbedaan antara pikiran dan pandangan. Pengetahuan dengan pengertian, hanya mengenal dunia yang ada dan tidak menjadi. Pandangan dan pengalaman mengenal dunia yang selalu menjadi. Tetapi dunia yang bertubuh tidaklah semata-mata berdiri sendiri. Ada hubungan dimana-mana dengan dunia yang tidak bertubuh, dunia idea, yang memberikan makna dan tujuan kepada dunia yang lahir.

Menurut Plato, pengertian yang sebanyak itu, menunjukkan banyaknya jenis idea. Terhadap tiga pengertian yang bersangkutan dengan barang, sifat, hubungan, ada idea yang bertepatan. Tetapi seluruh dunia idea itu, merupakan satu kesatuan, yang didalamnya terdapat tingkatan derajat. Idea yang tertinggi ialah idea kebaikan, sebagai Tuhan yang membentuk dunia. Plato menyamakannya dengan matahari yang menyinari semuanya.
Idea kebaikan tidak saja menjadi sebab timbulnya tujuan pengetahuan dalam dunia yang lahir, tetapi juga menjadi sebab bagi tumbuh dan kembang segala-galanya. Idea kebaikan adalah pokok. Karena dunia idea tersusun menurut sistem teleology “suatu susunan yang teratur, tepat, menurut tujuan yang sudah tertentu. Karena sinar yang memancar dari idea kebaikan, semuanya tertarik padanya dan karena itu, menjadi sebab tujuan dari segala-galanya. 

Dalam dunia yang awal, ia merupakan sebab dari adanya daripengetahuan. Tetapi, sebab, itu pada hakekatnya tidak lain dari pada tujuan”. Dalam sistem hirarki itu, dibawah idea kebaikan terdapat jiwa dunia, yang tidak bertubuh, masuk ke dunia dan menggerakkannya. Kemudian idea keindahan memiliki hubungan yang erat sekali dengan idea yang tertinggi. Ia adalah suatu bentuk utama daripada bayangan yang baik dalam dunia yang nyata. Cahaya dari yang indah itulah yang menjadikan jiwa tajub dan rindu hendak kembali ke dunia yang asal. Yang indah menjadi penghubung, dan memeiliki kinerja yang kuat antara dunia yang tidak kelihatan dan dunia lahiriah.

Jiwa yang indah, yang menjelma dalam perbuatan, menyelenggarakan adab, seni, dan ilmu, pendidikan dan usaha politik, akhirnya naik ke atas dalam bentuk indah dan murni, ketempat asalnya, dalam dunia yang tidak bertubuh. Demikianlah seterusnya tersusun idea berturut-turut dalam urutan yang diliputi oleh kesatuan.
Dalam ajaran Plato tentang idea, ada satu konsepsi yang ganjil, tetapi tetap kedudukannya, jika ditinjau dari caranya berpikir. Antara dunia yang bertubuh dan dunia yang tidak bertubuh terbentangkan suatu daerah pemisah yang netral. Daerah itu ialah daerah lukisan matematik : angka-angka dan bangunan ilmu ukur. 

Lukisan itu berbeda dengan dunia yang berubah-ubah dan yang bersifat sementara, karena ia berlaku tetap untuk selama-lamanya. Sifatnya sama dengan idea. Ia berbeda dengan idea, karena bangunannya itu dapat dilihat dan dapat dilukiskan berulang-ulang. Dalam hal ini, ia serupa dengan barang-barang yang bertubuh.
Lukisan matematik itu ada maknanya. Plato menggambarkan hal itu dengan suatu cara, bagaimana jiwa naik ke atas, dari dunia lahiriah, yang kelihatan, ke dunia idea. Yang tinggi-tinggi tidak dapat dicapai sekaligus dengan sekali lompat. Matematik adalah alat yang baik untuk meningkatkan secara berangsur-angsur, dengan urutan yang tepat. Bimbingannya menuju dunia idea, begitu baik, menurut plato, sehingga diatas pintu masuk ke Akademia disuruhnya menuliskan rekamkan kalimat : “orang yang tidak tahu matematik jangan masuk disini”.

Etik Plato

Pendapat plato seterusnya tentang etik, bersendi pada ajarannya tentang idea. Dualisme dunia dalam teori pengetahuan diteruskannya ke dalam praktek hidup. Oleh karena, kemauan seseorang tergantung kepada pendapatnya, maka nilai kemauannya itu, ditentukan pula oleh pendapat itu. Dari pengetahuan yang sebenarnya, yang dicapai dengan dialektik, timbul budi yang lebih tinggi daripada yang dibawakan oleh pengetahuan tentang pandangan. Jadi, menurut plato ada 2 macam budi. Pertama, budi filosofi, yang timbul dari pengetahuan dan pengertian. Kedua, budi biasa yang terbawa oleh kebiasaan orang banyak. Disini, sikap hidup yang dipakai, tidak terbit dari keyakinan, melainkan disesuaikan menurut moral orang banyak, dalam hidup sehari-hari.

Negara Ideal

Pandangan Plato tentang negara dan luasnya masih terpaut pada masanya. Ia lebih memandang kebelakang dari pada kemuka. Negara Grik (Yunani) di masa itu masih berbentuk kota. Jumlah penduduknya tidak lebih daripada dua atau tiga ribu jiwa. Penduduk kota ialah orang-orang merdeka, yang dapat mempunyai tanah yang terletak diluar kota, yang dikerjakan oleh budak-budaknya.

Diantara mereka terdapat saudagar, tukang, pandai seni dan pejabat negara. Menurut kebiasaan di waktu itu, pekerjaan yang kasar dikerjakan oleh budak belian. Mereka itu tidak dianggap sebagai penduduk, sebab tidak merdeka. Plato berpendapat bahwa dalam tiap-tiap negara, segala golongan dan tiap-tiap orang adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semua itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menentukan nilai pembagian pekerjaan.

Dalam negara yang ideal itu, golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga melindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai, diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah. Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yaitu bijaksana, berani dan menguasai diri dapat bekerjasama dengan budi keempat bagi masyarakat, yaitu keadilan.

Sumbangan bagi Perkembangan Logika

Pertama, adalah karangan-karangan yang ditulisnya selama masa mudanya, yaitu waktu Sokrates masih hidup sampai tak lama sesudah ia meninggal. Buku-buku yang di tulisnya pada masa itu adalah Apologie, Kriton, Ion, Protagoras, Laches, Politeia Buku I, Lysis, Charmides dan Euthyphron.
Dalam seluruh dialog itu, Plato berpegang pada pendirian gurunya, Sokrates. Dalam buku-buku itu, tidak terdapat buah pikiran Plato yang timbul kemudian, yang menjadi corak filosofinya., yaitu ajaran tentang idea. Cita-cita yang dikemukakan dalam tulisannya di masa itu, adalah pembentukan pengertian dalam daerah etik.

Kedua, buah tangan yang ditulisnya dalam masa yang dikenal sebagai “masa peralihan”. Masa itu disebut juga masa Megara, yaitu sewaktu Plato tinggal sementar disitu. Dialog-dialog yang diduga ditulisnya dalam masa itu, ialah Gorgias, Kratylos, Menon, Hippias dan beberapa lainnya.

Di sini pikiran Plato berkembang, keluar dari garis Sokrates. Pada ajaran Sokrates, yang mencari pengertian disambungkan pendapat filosofi sebelumnya terutama pendirian Orfisisme dan Pythagoras. Dalam beberapa dialog tergambar pendapat Plato tentang hidup, sebelum lahir ke dunia, dan tentang jiwa yang hidup selama-lamanya. Disini terdapat awal pikirannya ke jurusan idea, yang kemudian menjadi pusat pandangan filosofinya.

Ketiga, buah tangan yang disiapkannya di masa matangnya. Tulisannya yang terkenal dan kesohor sepanjang masa waktu itu adalah Phaidros, Symposion, Phaidon dan Politeia Buku II-X. ajaran tentang idea, menjadi pokok pikiran Plato dan menjadi dasar bagi teori pengetahuan, metafisika, fisika, psikologi, etik, politik, dan estetika. Khususnya tentang Phaidros yang menjadikan perkembangan pikiran menjadi terang.

Berdasarkan pandangan agama, yang terpengaruh oleh ajaran orfisme dan phytagoras, ia menggambarkan sifat dan nasib jiwa manusia. Dalam bukunya politea (republik) yang diciptakannya dari masa ke masa, tergambar perkembangan filosofinya dari mencari penetapan tentang pengertian sampai pada memahamkan keadaan dalam dunia yang lahiriah, dari jurusan idea yang kekal.

Keempat, buah tangan yang ditulis pada hari tuanya. Dialog-dialog yang dikarangnya pada masa itu, sering disebut Theaitetos, Parmenides, Sophistos, Politicos, Philibos, Timaios, Kritias, dan Nomoi. Tetapi ada ahli-ahli yang menyangsikan keaslian dari beberapa dialog itu. Apakah dialog no.2,3,4 dan 5, dalam urutan ini, benar-benar ditulis oleh plato?. Mungkin dialog-dialog itu dikarang oleh murid-muridnya berdasarkan uraian dan pelajaran yang diberikannya.

Ada suatu perubahan yang nyata dalam uraiannya pada masa itu. Idea, yang biasanya melingkupi secara keseluruhaa, pad tulisan ini, terletak sedikit kebelakang. Kedudukan logika lebih terkemuka. Perhatian pada keadaan yang lahiriah dan kejadian dalam sejarah bertambah besar. Untuk memahami isi Timaios secara keseluruhan, orang harus mempunyai pengetahuan terlebih dahulu tentang ilmu-ilmu khusus, terutama ilmu alam dan ilmu kesehatan.

Dengan uraian yang terbentang dalam dialog itu, Plato membawa pembacanya ke daerah kosmologi dan filosofi alam. Dialog itu menunjukkan bahwa Plato bukan saja seorang filosof yang menguasai seluruh filosofi Grik (Yunani), sebelumnya, tetapi juga mempelajari berbagai ilmu spesial yang diketahui, pada masanya. Dalam pikirannya, semua itu tersusun kearah satu tujuan.. Timaios boleh dikatakan suatu ajaran teologi tentang lahirnya dunia dan pemerintahan dunia.

Paham Plato tentang pembentukan dunia ini, didasarkan pada pendapat Empedokles, bahwa alam ini tersusun dari empat anasir asal, yaitu api, udara, air, dan tanah. Tetapi tentang proses pembentukan berikutnya, Plato berlainan pendapat dengan Empedokles. Menurut Plato, Tuhan, sebagai pembangun alam menyusun anasir yang empat itu dalam berbagai bentuk menjadi satu kesatuan. Kedalam bentuk yang satu itu, Tuhan memasukkan jiwa dunia, yang akan menguasai dunia ini. Oleh karena itu pembangunan dunia sekaligus menentukan sikap hidup manusia dalam dunia ini.

No comments:

Post a Comment