Sunday 28 November 2010

Tirta Amerta

Akupa dan Kisah pemutaran Mandaragiri

Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa, detya dan asura (rakshasa) mengadakan pertemuan di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang jika diminum dapat membuat hidup abadi. Itulah sebabnya para Dewa dan Asyura berlomba-lomba untuk mendapatkan Tirta Amerta tersebut.

Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab di dasar lautan itulah terdapat tirta amerta. Maka dari itu, carilah di sana!"

Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nārāyana, berangkatlah para Dewa dan asura menuju ke laut Ksera. Karena laut Ksera sedemikian luasnya dan sangat dalam, maka untuk mendapatkan tirta amerta adalah dengan cara mengaduk lautan tersebut. Kebetulan, tidak jauh dari laut tersebut, yaitu di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga, beserta dengan segala isinya. Naga Wasuki kemudian melilitkan tubuhnya ke lereng gunung tersebut, sebagai tali pengikat. Para Dewa bertugas memegang ekornya, sedangkan rakshasa dan detya memegang kepalanya. Dewa Indra bertugas menduduki puncaknya, agar gunung tersebut tidak melambung atau terangkat lagi ke atas. 

Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan ke laut Ksera, sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura raksasa (Kurma) bernama Akupa yang tidak lain adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu dan saat itu sedang mengapung di lautan Kserasagara atau Kseranawa (lautan susu), diminta membantu untuk menopang dasar gunung Mandara dengan tempurungnya, agar tidak tenggelam. 

Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Wasuki sebagai tali. Mereka berjuang sedemikian hebatnya, demi mendapatkan tirta amerta, sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Wasuki menyemburkan bisa, membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksera mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.

 

Timbulnya racun


Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan).

Setelah  sekian lama mengaduk-aduk laut Kesra dengan gunung Mandara yang diputar-putar, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
  • Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
  • Apsara, kaum bidadari kahyangan
  • Kostuba, permata yang paling berharga di dunia
  • Uccaihsrawa, kuda para Dewa
  • Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan
  • Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi
  • Airawata, kendaraan Dewa Indra
  • Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
  • Dewi Sri,
  • Ardhachandra
  • Kastubhamani

Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian, sementara para asura dan rakshasa tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan detya ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, di Sangka Dwipa.

 

Perebutan Tirta Amerta


Para Dewa ternyata tidak rela bila tirta amerta menjadi milk para Asura dan Detya. Para Dewa berusaha memikirkan cara untuk merebut tirta tersebut. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita sangat cantik bernama Mohini. Wanita cantik ini kemudian mendekati para rakshasa dan detya. Mereka sangat senang dan terpesona dengan kecantikan wanita jelmaan Dewa Wisnu.

Ketika sang wanita ini minta Tirta Amerta, para Asura dan Detya, tanpa pikir panjang langsung menyerahkan kendi berisi tirta amerta. Mereka berpikir, bahwa jika sang wanita yang cantik ini meminum tirta amerta ini, maka wanita ini tidak akan pernah mati dan menjadi tua, sehingga mereka dapat tetap bersama-sama. Setelah mendapatkan air tersebut, Mohini langsung pergi sambil berlari membawa tirta amerta dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu.

Para detya yang melihatnya, menjadi marah. Tak lama kemudian terjadilah pertempuran antara para Dewa dan rakshasa-detya. Pertempuran terjadi sangat lama,  karena kedua belah pihak sama-sama sakti. Kemudian Dewa Wisnu teringat dengan senjata Chakran-ya. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata Chakranya.

Senjata chakra kemudian turun dari langit dan menyambar-nyambar para rakshasa-detya. Banyak dari mereka yang lari terbirit-birit dengan tubuh yang penuh luka. Akhirnya, ada yang menceburkan diri ke laut dan ada pula yang masuk ke dalam tanah. 

Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga memiliki hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. 

Memang, badan sang rakshasa kemudian mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.

1 comment:

  1. Numpang baca......saya tunggu kunjungan baliknya!

    ReplyDelete