Thursday 28 July 2011

Budidaya Udang

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua “genangan” air yang berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. 

Udang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan sangat lezat untuk dijadikan makanan laut (seafood).Udang juga menjadi salah satu sumber protein yang sangat digemari masyarakat.  Itulah sebabnya banyak orang yang tertantang untuk melakukan budidaya udang ini. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui dalam upaya budidaya udang.

Syarat Teknis
  • Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah. 
  • Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
  • Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
  • Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
  • Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri.

Tipe Budidaya.

Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
  • Tambak Ekstensif atau tradisional.Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
  • Tambak Semi Intensif.Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
  • Tambak Intensif.Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik.

Benur

Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan, meliputi :
  • Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. 
  • Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
  • Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
  • Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
  • Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.

Pemasukan Air
 
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha.

Penebaran Benur.
 
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. 
Tahap penebaran benur adalah :
  • Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik. 
  • Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
  • Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
  • Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.

Pemeliharaan.
 
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
 
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON.
 
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.
 
Pakan Udang.

Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
 
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
  • Umur 1-10 hari pakan 01 
  • Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
  • Umur 16-30 hari pakan 02
  • Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
  • Umur 36-50 hari pakan 03
  • Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S (jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
  • Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian.
 
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen.

Penyakit.
 
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;

1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.

2. Bintik Hitam/Black Spot.
Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.

3. Kotoran Putih/mencret.
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.

4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.

5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.
 
Panen.
 
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
 
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.

Sifat Kanibalisme
 
Ditinjau dari aspek biologi, udang memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan biota perairan lainnya. Beberapa sifat udang yang unik tersebut telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu (sebagai mahluk nocturnal dan sebagai mahluk fototaksis negatif). Salah satu sifat yang khas lainnya dari udang adalah sifat kanibalisme. Dalam pembahasan ini, kanibalisme pada udang dapat diartikan sebagai sifat untuk memangsa/memakan udang lainnya pada saat tertentu. Pemahaman sifat kanibalisme pada udang erat kaitannya dengan program pemberian pakan dan tingkat keseragaman udang.
Kanibalisme pada udang biasanya akan muncul pada kondisi ketersediaan pakan di dalam perairan tambak yang dibutuhkan oleh udang sudah sangat minim jumlahnya. Pada kondisi ini proses pemangsaan/kanibalisme yang terjadi adalah sebagai berikut:
  1. Udang dengan kondisi normal akan memangsa udang yang lemah kondisinya
  2. Udang dengan ukuran lebih besar akan memangsa udang yang lebih kecil ukurannya
Kanibalisme pada udang bisa terjadi di suatu perairan tambak yang disebabkan oleh dua faktor utama yaitu; (1) program pemberian pakan yang diterapkan kurang memenuhi tingkat kebutuhan udang pada saat tertentu dan kondisi ini tidak segera diantisipasi, (2) tingkat keseragaman udang didalam perairan tambak tersebut sangat tinggi, sehingga ukuran udang sangat bervariasi antara yang besar dan yang kecil.

Sebagai akibat utama dari proses kanibalisme yang dilakukan oleh udang adalah terjadinya penurunan populasi udang di dalam perairan tambak. Akibat lainnya yang bisa saja ditimbulkan adalah terjadinya proses penularan penyakit jika udang yang dimangsa terinfeksi penyakit tersebut dikonsumsi udang lainnya. Pada kondisi perairan tambak dengan populasi awal sangat padat, proses kanibalisme antar udang yang tidak segera diantisipasi dapat pula menyebabkan nilai FCR (Food Conversion Ratio) yang tinggi. Kondisi ini secara tidak langsung akan menurunkan tingkat keuntungan finansial yang seharusnya bisa diperoleh.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meminimalkan terjadinya kanibalisme antar udang, antara lain:
  1. Program pemberian pakan sebaiknya diterapkan dengan mengikuti tingkat kebutuhan udang berdasarkan hasil pengamatan yang cermat
  2. Pada periode awal budidaya udang, sebaiknya benur yang ditebar memiliki keseragaman yang relatif sama, sehingga pada proses pertumbuhannya tidak terdapat ukuran udang yang terlalu menyolok satu sama lain.
  3. Amati saluran pencernaan udang dan tinja udang secara rutin untuk mendeteksi secara awal terjadinya proses kanibalisme yang telah terjadi dan akan terjadi
Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka bagi para pelaku usaha budidaya terutama teknisi budidaya sebaiknya memahami sifat kanibalisme antar udang sebagai ubaya menghindari terjadinya permasalahan yang lebih serius baik secara teknis maupun keuntungan finansial.

Udang Sebagai Makhluk Nocturnal

Udang memiliki sifat nocturnal artinya adalah makhluk yang aktif melakukan aktifitas kehidupannya di malam hari. Sebagai makhluk nocturnal, tentu saja udang lebih aktif dalam melakukan aktifitas hidupnya dimalam hari dibandingkan pada siang hari. Karakteristik biologis ini hendaknya dijadikan sebagai salah satu acuan bagi para pelaku budidaya dalam menentukan perlakuan teknis budidaya yang akan diterapkan, sehingga sesuai dengan kondisi dan tingkat kebutuhan udang.

Mengacu pada uraian tersebut di atas, maka beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian pada proses kegiatan budidaya udang, antara lain sebagai berikut:
  1. Kegiatan monitoring terhadap kondisi dan kualitas udang sebaiknya dilakukan lebih intensif pada malam hari. Karena pada malam hari kita dapat mengamati udang dengan tingkat aktifitas yang lebih tinggi dibandingkan pada siang hari. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada kegiatan monitoring di malam hari antara lain: reaksi udang terhadap rangsang kejut yang diberikan, reaksi udang terhadap rangsang cahaya yang diberikan dan tingkat nafsu makan udang.
  2. Jumlah pakan yang diberikan pada malam hari sebaiknya lebih banyak dibandingkan pada siang hari. Sebagai mahluk nocturnal, udang lebih aktif mencari makan pada malam hari, sehingga jika jumlah pakan yang diberikan kurang memenuhi kebutuhan udang, dikhawatirkan terjadi proses kanibalisme maupun tingkat keseragaman udang akan tinggi.
  3. Kincir air sebaiknya dioperasikan semaksimal mungkin baik dalam jumlah kincir maupun lamanya waktu pengoperasian kincir air. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pada malam hari jumlah oksigen dalam perairan tambak lebih sedikit dibandingkan pada siang hari. Kondisi ini menyebabkan terjadinya persaingan konsumsi oksigen oleh semua biota yang berada di dalam perairan tambak tersebut. Udang yang lebih aktif bergerak pada malam hari tentu saja perlu mengkonsumsi oksigen sesuai dengan tingkat aktifitasnya pada saat itu. Sehingga jika perairan tambak kekurangan oksigen dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kualitas dan kondisi udang.
  4. Pada malam hari sebaiknya dicegah terjadinya kematian plankton secara massal (plankton collapse) karena akan menyebabkan terjadinya guncangan terhadap kualitas air tambak dan jika ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan permasalahan yang serius bagi udang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa sifat nocturnal pada udang merupakan salah satu aspek kritis yang perlu mendapat perhatian bagi para pelaku budidaya udang. Sebaliknya, kita adalah manusia yang secara normal tidak memiliki sifat nocturnal seperti udang, sehingga titik kritis yang sebenarnya adalah rasa malas untuk melakukan pengamatan secara cermat pada malam hari. Kunci utama untuk mengatasi permasalahan ini adalah kembali pada filosofi seperti pernah dibahas sebelumnya, yaitu “kita menuruti kebutuhan udang, bukan udang yang menuruti keinginan kita”.
 
Sifat Fototaksis Negatif

Sebagai makhluk nokturnal, udang memiliki kaitan yang erat dengan sifat fototaksis negatif . Fototaksis negatif secara ringkas dapat diartikan sebagai sifat dari suatu organism untuk menjauh dari suatu sumber cahaya. Untuk lebih meyakinkan bahwa udang memiliki sifat fototaksis negatif, perlakuan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan rangsang cahaya (bisa memakai lampu senter) pada udang yang terlihat aktif di pinggir tambak. Mendapat perlakuan tersebut, udang akan pergi menjauh terhadap sumber cahaya tadi. Perlakuan ini akan terlihat jelas hasilnya jika dilakukan pada malam hari.

Sifat fototaksis negatif pada udang inilah yang menjadi dasar dalam penerapan teknis budidaya terutama pengelolaan kualitas air tambak. Pengelolaan plankton dalam perairan tambak erat kaitannya dengan upaya memberikan kenyamanan bagi udang dari pengaruh penetrasi sinar matahari secara langsung. Mengacu pada dasar pemikiran inilah, maka tingkat kestabilan plankton di dalam perairan tambak sangat penting artinya bagi perkembangan kondisi dan kualitas udang di dalamnya.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait sifat fototaksis negatif ini beberapa diantaranya adalah:
  1. Pada saat melakukan pengurangan volume air tambak dalam jumlah banyak yang dilakukan pada malam hari, sebaiknya dihindari perlakukan pemberian sinar lampu tambak yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan udang akan merasa stress yang dapat mengakibatkan molting massal pada udang.
  2. Pada saat bulan purnama (tidak dalam kondisi mendung) sebaiknya dihindari perlakukan-perlakuan teknis yang terlalu ekstrim, karena pada saat itu udang cenderung melakukan molting.
  3. Pada saat melakukan pemanenan udang yang dilakukan pada malam hari, sebaiknya dihindari pemberian sinar lampu pada saat air tambak masih tinggi. Seperti halnya pada penjelasan item no. 1 di atas, dikhawatirkan udang mengalami molting massal sehingga berpengaruh pada kondisi dan kualitas udang yang dipanen sekaligus berpengaruh pada pada harga jual udang.
Sifat fototaksis negative pada udang juga dapat dijadikan sebagai indicator kondisi udang pada saat tertentu. Pada udang normal, udang tersebut akan langsung bereaksi (menjauh) terhadap rangsang cahaya yang kita berikan. Sebaliknya pada udang yang terindikasi terkena suatu masalah (penyakit) bersikap lebih pasif terhadap rangsang cahaya yang diberikan, bahkan pada kondisi parah udang tidak bereaksi sama sekali meskipun sudah diberikan rangsang cahaya.




No comments:

Post a Comment