Monday 8 August 2011

Buaya Muara (Crocodylus porosus)


Buaya Muara

Buaya Muara (Crocodylus porosus) secara umum bentuk tubuhnya menyerupai Buaya Air Tawar Papua (Crocodylus novaeguineae), dengan moncong yang lebih lebar. Perbedaan mendasar terdapat pada tengkuknya yang tidak memiliki sisik lebar, serta warna kulitnya yang lebih terang. Selain itu ukuran tubuhnya adalah yang paling besar diantara jenis lainnya dengan panjang yang mampu mencapai 7 (tujuh) meter hingga 12 (duabelas) meter seperti yang pernah ditemukan di Sangatta, Kalimantan Timur. 

Buaya Muara (Crocodylus porosus) tersebar di seluruh perairan Indonesia, terutama aliran-aliran sungai hingga di muara sungai yang mendekati lautan. Satwa ini dapat hidup di darat, di dalam air maupun di atas pohon. Bergerak kesana-kemari dengan cara melata, baik dengan dua pasang kakinya maupun tidak sama sekali. Famili Crocodylus ini senang berpetualang dari satu habitat ke habitat lain, maka tak heran populasinya menyebar di pelosok dunia.

Buaya Muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia, jauh lebih besar dari Buaya Nil (Crocodylus niloticus) dan Alligator Amerika (Alligator mississipiensis). Buaya Muara (Crocodylus porosus) tersebar di banyak negara seperti Papua Nugini, Australia Utara, Kepulauan Pasifik, Brunei, Myanmar, Kamboja, Philippina, Burma, India, Srilanka, Cina, Semenanjung Malaya, hingga Indonesia. Tapi di setiap negara populasinya makin merosot tajam sejak kulitnya diburu untuk dijual dengan harga tinggi. Sehingga saat ini Buaya Muara (Crocodylus porosus) masuk ke dalam kategori Appendix 2 menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).

Buaya Muara (Crocodylus porosus) tergolong hewan karnivora, yakni pemakan daging. Sesuai dengan ukuran tubuhnya yang besar, buaya muara memerlukan banyak makanan. Makin besar ukuran seekor buaya muara, makin banyak pula kebutuhan makannya. Mulai dari ikan-ikanan hingga hewan mamalia seperti kancil, kambing, rusa, sapi bahkan manusia bisa masuk ke dalam perutnya. Buaya muara (Crocodylus porosus) juga terdapat di pulau Natuna (Chasen, 1935), beberapa sungai di pulau Natuna bagi komunitas ini merupakan sarang yang aman. Salah satunya di Sungai Segeram yang beberapa kali sukses memangsa manusia.

Buaya muara berburu mangsa dengan cara yang unik, yaitu cukup dengan mengambil posisi diam bagai patung yang tak berdaya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi kamuflase untuk memperoleh mangsanya. Biasanya mangsa akan terpedaya dan sama sekali tidak menyadari bahwa ia-lah yang justru mendekati mulut buaya. Kemudian tanpa disangka-sangka ia mampu bergerak secepat kedipan mata menyambar mangsanya. 

Yang paling berbahaya dari Buaya Muara (Crocodylus porosus) adalah gigitannya yang sangat kokoh, sehingga dapat meremukkan tulang dari mangsanya. Gigi-gigi Buaya Muara (Crocodylus porosus) umumnya adalah gigi taring yang menyebar merata di seluruh permukaan dalam mulutnya. Sehingga dengan rahang yang sangat kuat ditunjang dengan deretan gigi yang menyerupai gergaji, maka jarang ada mangsa yang dapat lolos dari gigitannya. 

Rata-rata di habitat aslinya, hewan reptilia penyendiri ini juga hidup secara tetitori dengan membagi-bagi daerahnya. Jika salah satu buaya melanggar batas teritorialnya maka akan terjadi penyerangan. Buaya yang tadinya hanya berdiam, bisa berubah ganas ketika mengadakan perlawanan. Hewan ini dengan cepat menjadi lincah bergerak dan selalu siap menerjang.

Perkembangbiakan Buaya Muara (Crocodylus porosus) sangat sering terjadi pada musim hujan. Pada musim bertelur dibulan November sampai dengan bulan April seekor induk betina mampu menghasilkan 30-60 butir telur dan akan menetas dalam tempo tiga bulan. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Disaat-saat seperti ini induk betina akan berubah menjadi sangat buas. Induk betina biasanya menyimpan telur-telurnya dengan membenamkannya di tanah atau di bawah seresah daun. Dan kemudian induk tersebut menunggu dari jarak beberapa meter.

Walaupun Buaya  Buaya Muara (Crocodylus porosus) cukup mudah bertelur, namun tidak mudah bagi telur-telur tersebut untuk menetas. Penyebabnya selain karena faktor tanah yang tidak sesuai, perubahan suhu dan iklim, juga karena dimakan predator lain dan diburu manusia. Curah hujan yang tinggi akan mendukung kondisi Buaya Muara (Crocodylus porosus) untuk dapat berkembang biak lebih cepat. Sehingga upaya-upaya untuk mempertahankan habitat buaya yang mendukung bagi siklus hidupnya mulak diperlukan.

Saat menetas, anak Buaya Muara (Crocodylus porosus) hanya berukuran 20-30 cm saja. Buaya Muara (Crocodylus porosus) mencapai ukuran lebih dari satu meter selama lebih kurang dua tahun. Masa dewasa dari satwa tersebut adalah setelah ia berumur lebih dari 12 tahun.




1 comment: