Monday 3 October 2011

Down Syndrome


Down Syndrome atau Sindroma Down (juga dikenal dengan Trisomi 21) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak akibat adanya kelainan genetik atau abnormalitas yang terjadi pada perkembangan kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, sehingga individu tersebut memiliki 47 kromosom (normalnya, manusia memiliki 46 kromosom). Down Syndrome memiliki manifestasi klinis yang cukup khas. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Meski terdapat keterbelakangan perkembangan fisik dan mental, banyak diantara mereka yang masih dapat belajar membaca dan merawat diri mereka sendiri.

Kelainan ini, pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid, maka sering juga dikenal dengan mongolisme

Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan kelainan kromosom autosomal pada penderita down syndrome, antara lain :
  • Nondisjunction pada saat osteogenesis (Trisomi)
  • Translokasi kromosom 21 dan 15
  • Postzygotic Nondisjunction (Mosaicism)

Gejala atau tanda-tanda

Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Penderita dengan tanda khas, sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly), dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.

Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).

Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun, harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Diperkirakan lebih dari 20% individu dengan Down Syndrome dilahirkan oleh ibu dengan usia lebih dari 35 tahun.

Sindrom down tidak bisa dicegah, karena keadaan ini merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu, makin tinggi resiko untuk terjadinya keadaan ini. 

Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
  • Pemeriksaan fisik penderita
  • Pemeriksaan kromosom
  • Ultrasonografi (USG)
  • Ekokardiogram (ECG)
  • Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. 

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

Fisioterapi pada Down Syndrome
 
Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor Development)
 
Perkembangan motorik kasar adalah tahap awal dalam perkembangan setiap anak. Dalam Down Syndrome, fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik ini untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya. Dan ini harus dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya supaya tujuan terapi tercapai.

Tujuan Fisioterapi

Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi. Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur. Jadi tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya.  

Intensitas Terapi
 
Biasanya fisioterapi akan menjadwalkan anak dengan Down Syndrome seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang dibutuhkan anak dlm seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan karena merekalah nanti yang paling berperan dalam melakukan latihan dirumah selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-apa yg harus dilakukan dirumah.


No comments:

Post a Comment